Kamis, 04 Februari 2010

Hikmah Hukum Islam

Berpikir dimaknai sebagai aktifitas memahami, menganalisa, dan menilai sesuatu. Proses berpikir manusia melibatkan indera. Bila seseorang tidak dididik dengan pengetahuan moral, maka dia akan menilai baik apa yang ditangkap oleh panca inderanya. Misalnya, tayangan kekerasan di televisi mengilhami seseorang untuk melakukan tindakan kekerasan mengikuti cara yang dia lihat di televisi. Tayangan pornografi yang dia saksikan di ponsel, televisi, dan alat-alat elektronik lainnya, mengilhaminya untuk menirukan gambar-gambar visual yang dia lihat. Seseorang memikirkan apa yang mereka lihat, cium, dengar, raba, dan rasakan. Dari sinilah secara perlahan membentuk kepribadiannya.

Lingkungan memberikan pengaruh besar terhadap perubahan perilaku (akhlak) seseorang. Ahli-ahli psikologi mengemukakan, orang-orang yang tinggal di lingkungan yang baik dan bergaul dengan orang-orang yang baik berpeluang memiliki perilaku yang baik. Sebaliknya, orang-orang yang tinggal di lingkungan yang buruk dan bergaul dengan orang-orang yang buruk berpeluang memiliki perilaku yang buruk.
Sebelum ahli-ahli psikologi berpendapat demikian, sebenarnya lebih 14 abad yang lalu Islam telah lebih dulu menyatakanya, bahkan lebih jauh Islam telah mengaplikasikannya melalui hukum-hukum syariat. Hukum-hukum Islam lebih banyak berkaitan dengan pemanfaatan dan pencegahan fungsi indera dari informasi-informasi yang negatif. Ketika indera menjadi pintu pertama dalam proses berpikir manusia yang berperan besar dalam perubahan perilaku manusia, maka Islam cepat-cepat menutup pintu pertama itu dari pengaruh informasi-informasi negatif.

Islam memerintahkan manusia untuk menutup aurat dan menahan pandangannya, ini maksudnya upaya menjaga pandangan manusia dari hal-hal yang negatif. Islam melarang ghibah, namimah, berkata kotor dan lain-lain, serta melarang manusia untuk mendengarkan perkataan-perkataan negatif, ini maksudnya upaya menjaga telinga dari mendengar hal-hal yang tidak baik. Islam memerintahkan manusia untuk menjaga kebersihan dengan mewajibkan menyucikan badan, tempat, dan pakaian dari najis, bahkan membagi najis menjadi tiga: mukhofafah, mutawasithoh, dan mughalazhoh, ini maksudnya upaya menjaga hidung manusia dari mencium hal-hal yang tidak baik. Islam memerintahkan manusia mengkonsumsi makanan yang halal lagi baik, ini maksudnya upaya menjaga lidah dari merasakan hal-hal yang tidak baik. Islam melarang zina dan hal-hal yang mengarah kepada zina, ini maksudnya upaya menjaga kulit dari merasakan hal-hal yang tidak baik.

Perintah dan larangan Allah kepada hamba-hamba-Nya manfaatnya bukanlah untuk Allah, karena Allah tidak butuh kepada makhluk, melainkan untuk makhluk itu sendiri. Setiap larangan pasti mengandung dampak negatif bagi manusia. Seperti larangan membuka aurat bagi wanita, misalnya, yakni agar mereka terhindar dari pandangan-pandangan liar dan pelecehan seksual yang ujung-ujung menggiring pada perzinahan dan perkosaan.

“Fatwa haram rebonding dan perempuan naik ojek”
Banyak masyarakat yang menentang fatwa dari Lirboyo tersebut (ini yang saya saksikan di televisi), termasuk di antara mereka adalah tetangga-tetangga saya. Hal ini disebabkan oleh berita-berita di televisi yang sepertinya berusaha menggiring opini publik untuk menyatakan bahwa pesantren merupakan institusi pendidikan yang jumud, saklek, dan anti kemajuan.

Pandangan masyarakat tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena sebagaian besar dari mereka adalah orang-orang awam, yang tentu saja berkarakter stereotipikal. Apa yang mereka lihat di televisi demikianlah itulah yang menjadi pemahaman mereka. Mereka tidak lagi berpikir kritis faktor-faktor apa yang melatarbelakangi pengharaman itu? KH. Azizi Hasbullah memang telah menjelaskan alasannya dalam acara Topik Malam ANTV beberapa waktu lalu, yakni motif tasyabbuh bil fussaq. Tapi, mereka juga tidak mengerti istilah berbahasa arab itu.

Saya menilai, keputusan bahtsul masa-il itu tidak salah, yang salah adalah proses komunikasi yang dijalankan oleh –dalam hal ini- pondok pesantren Lirboyo (belum seslesai).

Rabu, 20 Januari 2010

Maulid, momentum kebangkitan

Hanya 23 tahun Rasulullah saw. berdakwah kepada masyarakat Arab. Menakjubkan, dalam waktu yang sesingkat itu beliau berhasil mengislamkan seluruh semenanjung Arab. Beliau sukses mengubah bangsa Arab dari bangsa yang biadab menjadi bangsa yang beradab; dari bangsa yang terbelakang menjadi bangsa yang memimpin peradaban dunia selama berabad-abad; dari bangsa yang terpecah dalam suku-suku dan kelompok-kelompok yang saling bertikai satu sama lainnya menjadi sebuah bangsa yang bersatu dalam dalam ikatan politik dcan ukhuwah islamiah yang kokoh.

Dalam masa yang minim tersebut, beliau juga telah sukses mencetak kader-kader yang tangguh, militan, dan ikhlas dalam meneruskan dakwah Islamiah. Lahir dari didikan beliau pemimpin-pemimpin besar, penakluk-penakluk hebat, dan ilmuwan-ilmuwan ulung yang membawa Islam ini menguasai hampir separuh dunia serta membawa peradabannya yang agung memimpin peradaban dun ia selama berabad-abad.

Apa rahasia kesuksesan Rasulullah saw.?

Menelaah biograpi kehidupan Rasulullah saw sejak lahir hingga wafatnya, ada tiga faktor yang berperan penting atas keberhasilan dakwah beliau: (1) ajaran suci yang dibawa Rasulullah saw. (baca: Agama Islam); (2) pribadi beliau yang berhiaskan akhlakul karimah (akhlak mulia); dan (3) kecintaan yang begitu besar sahabat-sahabat beliau kepada beliau.

Ajaran suci berupa ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw. yang mencakup akidah, hukum syariat, dan etika telah membuka mata dan pikiran bangsa arab bahwa kebudayaan dan sistem keyakinan yang mereka genggam dan yakini selama ini sungguh sangat rapuh untuk dipertahankan, karena tidak sesuai dengan garis fitrah manusia dan akal sehat. Nabi Muhammad saw., berdasarkan perintah Allah dalam Alquran, menyeru kepada orang-orang gurun itu supaya hanya menyembah Tuhan yang Satu, yang menciptakan alam semesta dan yang mengatur kehidupan. Beliau saw. menganjurkan mereka untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, mengangkat derajat kaum wanita, menyantuni kaum fakir, miskin, dan anak-anak yatim yang selama ini direndahkan dan disia-siakan. Beliau saw. menyatakan kepada mereka bahwa manusia dibedakan berdasarkan ketakwaannya kepada Tuhan, bukan berdasarkan keturunan, kedudukan, dan harta yang dimiliki yang selama ini hidup berdasarkan kelas-kelas tertentu. Beliau saw juga menganjurkan mereka agar menjalankan kegiatan ekonomi secara jujur dan adil yang selama ini penuh dengan kecurangan dan penipuan.
Akhlak dan kepribadian Rasulullah saw. yang sangat mengagumkan memesonakan orang-orang Arab pada waktu itu sehingga mereka tertarik mengikuti beliau. Mereka melihat Rasulullah sebagai orang yang sepanjang hidupnya tak pernah sekalipun berdusta, bahkan karena itulah mereka menjuluki beliau al-amin yang artinya orang yang dapat dipercaya. Dalam hal bertetangga, beliau senantiasa berbuat baik kepada tetangga-tetangganya meski beliau sendiri menerima balasan sebaliknya. Beliau sangat mencintai sahabat-sahabatnya seperti mencintanya dirinya sendiri. Beliau senantiasa membantu sahabat-sahabatnya yang kesulitan dan kekuarangan meski beliau sendiri sangat kurang dan sulit. Beliau lemah lembut kepada siapa saja dan selalu tersenyum kepada siapa saja yang ditemuinya meski orang itu pernah menyakitinya. Beliau tidak pernah marah, membenci, apalagi menaruh dendam kepada siapa. Beliau hanya marah kepada orang-orang yang keras perlawananya kepada Islam. Rasanya tak akan cukup ruang untuk menuliskan segala kepribadian beliau di sini. Cukup firman Allah swt yang mewakili seluruhnya, “Sungguh di dalam diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang bagus”.

Loyalitas penuh yang bersumber dari kecintaan yang begitu besar sahabat-sahabat Rasulullah saw kepada Rasulullah saw menjadi senjata ampuh dalam keberhasilan dakwah Islam awal. Para sahabat begitu patuh kepada Rasul mereka dan junjungan mereka, Muhammad saw. Tak sedikitpun mereka membantah apalagi menentang apa yang diperintahkan dan dilarang oleh beliau saw. Mereka mengimani secara penuh dan apa yang dibawa dan diajarkan oleh Rasulullah saw tanpa sedikitpun menggugatnya atau memperdebatkannya. Begitu banyak riwayat yang menceritakan para sahabat yang rela mengorbankan apa saja yang mereka miliki untuk membantu dakwah Rasulullah saw, bahkan hingga nyawa sekalipun.

Ketiga faktor di atas tak dapat dipisahkan satu sama lain, ketiganya saling mempengaruhi dan menopang. Kaum muslimin periode awal meletakkan ajaran Islam sebagai landasan dcalam bersikap dan bertindak sementara figur Rasulullah saw dijadikan sebagai model untuk penerapannya. Kedua hal ini kemudian dibungkus dengan kecintaan mereka kepada Nabi Muhammad saw hingga menjadi spirit dalam perjuangan mereka.

Peringatan maulid Nabi Muhammad saw. merupakan momentum untuk kita mengaktualisasikan dan mengaplikasikan nilai-nilai kepribadian beliau dalam kehidupan kita sehari-hari, juga sebagai momentum untuk menambah kecintaan kita kepada beliau.

Sabtu, 19 Desember 2009

TEORI KECERDASAN BARAT

A. Kecerdasan Intelejensi (IQ)
Anda berada di Jakarta. Apa yang muncul dalam benak Anda, ketika tiba-tiba teman anda yang baru saja tiba dari Bogor memberi tahu anda, bahwa kemarin dia bertemu dengan Fikri, teman karib anda, di suatu tempat di Bogor, padahal kemarin seharian anda bersama Fikri? Sudah pasti anda akan menjawab mustahil dan mengatakan bahwa teman yang memberi tahu anda itu berbohong, atau anda akan menyangsikan dia dan mengatakan bahwa dia pasti salah lihat. Kesimpulan anda berangkat dari kepastian bahwa seseorang tidak mungkin berada di dua tempat dalam satu waktu.

Salah satu definisi tentang manusia adalah “spesies yang berpikir”. Berpikir adalah proses mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisa, memadukan, dan menilai obyek yang dipikirkan. Kejadian di atas adalah contoh dari definisi ini. Aktifitas berpikir tempatnya di otak manusia, tepatnya otak kiri. Otak kiri adalah kemampuan intelejensi manusia. Pikiran-pikiran logis-analisis dan matematika bersumber dari sini. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi hingga mencapai bentuknya seperti sekarang ini, bersumber dari sini. Sementara otak kanan menyimpan fungsi-fungsi yang berhubungan dengan emosi dan seni. Inilah bagian kreatifitas manusia.

Dengan intelejensinya manusia berhasil mengungkap rahasia-rahasia alam semesta, untuk digunakan memenuhi kebutuhan hidupnya. Kita mendapati perbedaan yang sangat tajam antara cara mencari makan manusia jaman primitif dengan manusia jaman kini. Dahulu, manusia mencari makan dengan peralatan sederhana, dengan tombak dan panah, tetapi lihatlah kini, tombak dan panah tersebut telah berganti menjadi mesin-mesin produksi bertekhnologi tinggi. Untuk berhubungan dengan saudaranya yang berada di tempat yang jauh manusia jaman dulu harus menempuh perjalanan bermil-mil dan memakan waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan, tetapi tengoklah kondisi mereka sekarang, hanya menyentuh bentuk-bentuk perintah yang ada di monitor kecil dengan jari mereka bisa bertatap muka secara langsung. Dengan intgelejensi pula manusia berhasil merumuskan aturan-aturan dan sistem-sistem sosial guna meningkatkan kualitas hidupnya. Terciptalah sistem kapitalisme dan sosialisme dalam bidang ekonomi, demokrasi dan komunisme dalam bidang politik, meskipun sepanjang sejarah kedua sistem itu saling bertempur dan bersaing.

Setelah memperhatikan manusia, beralihlah ke kehidupan binatang. Maka kita mendapati kehidupan kaum binatang sama sekali tidak berubah dan takkan pernah berubah sampai kapanpun. Cara mencari makan binatang tetap saja dengan cara mengkais-kais dengan cakarnya. Kehidupan “sosial” binatang, yang tetap saja –bahkan selamanya- mempertahankan hukum rimba, siapa yang kuat dia lah yang menjadi pemenang.

Apakah kecerdasan intelejensi saja –tanpa kecerdasan emosi- sudah cukup untuk membuat kualitas kehidupan manusia menjadi baik?

Perkembangan pesat industri di Eropa pada abad ke 16 seiring dengan miskinnya sumber daya ekonomi di benua biru tersebut mendorong orang-orang Eropa mencari sumber-sumber ekonomi di benua lain. Pada awalnya hanya berdagang, namun pada akhirnya berubah menjadi menguasai, begitu melihat penduduk daerah yang disinggahi masih terbelakang. Mulailah penjajahan negeri-negeri barat terhadap negeri-negeri Timur dan Afrika, hingga memasuki benua Amerika. Penindasan, pembunuhan, pemerkosaan, dan kesewenang-wengangan menimpa bangsa Asia dan Afrika yang masih bodoh oleh bangsa Eropa yang sudah cerdas. Tentu saja, sebagai manusia yang menyimpan insting mempertahankan diri, bangsa-bangsa terjajah itu mengadakan perlawanan. Akhirnya meletuslah peperangan demi peperangan yang memakan jutaan korban.

Survei di negara-negara barat tentang tindak kejahatan dan keboborokan moral masyarakatnya, seperti kasus aborsi dan penyalahgunaan narkotika yang kian tahun kian meningkat, membuat pemerintah, praktisi dan ahli pendidikan di sana miris dan prihatin. Tak usah jauh-jauh ke barat, di negeri kita sendiri, berita tentang kasus-kasus korupsi dan perselingkuhan para pejabat dan anggota DPR seringkali menghiasai layar televisi. Padahal mereka –orang-orang yang korupsi dan berselingkuh itu- adalah orang-orang yang pandai secara intelejensi.

Kerusakan lingkungan yang mengancam kehidupan manusia dewasa ini bersumber dari mesin-mesin industri temuan manusia sendiri. Pemanasan global (global warming), yakni menipisnya lapisan ozon di kutub utara dan selatan berdampak pada menerobosnya sinar matahari langsung ke bumi yang membahayakan kehidupan di bumi, merupakan persoalan terbesar masyarfakat dunia abad ini. Global warming sebagian besar dakibatkan oleh polusi yang muncul dari industri, terutama industri-industri negara-negara maju.

Beberapa gambaran ini menunjukkan bahwa kecerdasan intelejensi yang tidak didukung oleh kecerdasan emosi justru membawa manusia menuju kehancurannya sendiri. Tanpa kecerdasan emosi, manusia justru menjadi korban dari produk intelejensinya sendiri.


B. Kecerdasan Emosi (EQ)

Pengaruh krisis global begitu terasa. Permintaan pasar yang semakin menurun sementara biaya produksi semakin tinggi membuat banyak perusahaan gulung tikar. Bank- bank tak bisa lagi menyalurkan kredit kepada pengusaha karena khawatir kredit macet. Dampak sosial yang terjadi akibat krisis global sungguh parah, jutaan orang kehilangan pekerjaan dan terjebak dalam kesulitan ekonomi. Kebetulan, salah satu dari mereka adalah tetangga anda sendiri, yang sebelumnya adalah seorang buruh kecil di sebuah perusahaan yang bangkrut. Dia tak kuat menahan beban manakala bayangan keluarganya yang butuh makan dan pendidikan menghinggapi pikirannya. Dia kehilangan pegangan dalam hidup hingga hampir bunuh diri. Melihat penderitaan yang dialami tetangga anda itu, anda membayangkan penderitaan-penderitaan yang dialaminya. Perasaan anda tergerak untuk memberi semangat hidup kepadanya untuk keluar dari krisis. Tidak hanya itu, anda juga membantunya dengan menyumbangkan sebagian harta anda kepadanya.

Atau seumpama anda yang menjadi menjadi korban krisis global. Ketika kesulitan menimpa anda, anda langsung menyadari bahwa memang begitulah siklus hidup manusia, kadang berada di atas dan kadang pula di bawah. Saat ini saya sedang berada di bawah. Kesulitan yang saya alami saat ini adalah ujian yang harus saya hadapi, karena manusia yang kuat adalah yang tahan terhadap segala macam ujian. Karena itu, saya harus bersabar sambil terus mengusahakan solusi terbaik agar bisa segera keluar dari krisis ini. Saya yakin dibalik setiap kesulitan pasti ada jalan keluarnya.
Cerita di atas melibatkan perasaan manusia, perasaan diri sendiri dan dalam hubungannya dengan manusia lainnya. Pada kisah pertama, tindakan anda yang menghibur dan membantu tetangga anda yang sedang kesulitan muncul dari perasaan anda yang merasa iba kepadanya. Sedang pada kisah kedua, pilihan mengambil sikap sabar dan koreksi diri muncul dari perasaan anda yang mengatakan bahwa setiap kesulitan pasti ada jalan keluarnya. Dengan demikian emosi adalah kesan yang muncul dari dalam diri kita yang muncul karena adanya respon dari luar diri yang sifatnya subyektif atau bukan bersumber dari penalaran rasional (intelejensi).

Secara lengkap kecerdasan emosional ialah “kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain” demikian definisi yang diberikan Daniel Goleman, psikolog yang pertama kali mempopulerkan istilah ini. Goleman juga menjelaskan beberapa ragam emosi sebagai berikut:

Amarah, seperti mengamuk, bengis, benci, jengkel kesal hati, dsb.
Rasa terganggu, seperti rasa pahit, tersinggung, merasa hebat, dsb.
Kesedihan, seperti pedih, sedih, asa, depresi berat.
Rasa takut, seperti cemas, takut, gugup, khawatir, waspada, tdak senang, tidak tenang, was-was, fobia, dan panik.
Kenikmatan, seperti bahagia, gembira, riang, puas, terhibur, bangga, takjub, senang sekali, dsb.
Cinta, seperti penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasih.
Terkejut, hina, jijik, mual, benci, tidak suka, mau muntah, dsb.
Malu, rasa salah, malu hati, kesal hati, terhina, aib, hancur lebur.

Teori lain tentang kecerdasan emosi diajukan oleh dua orang Psikolog dari Universitas Yale, Peter Salovey dan John Mayer pada tahun 1990, yang mengatakan bahwa emosi yang lepas kendali, dapat membuat orang menjadi bodoh. Tanpa kecerdasan emosi, orang tidak akan bisa menggunakan kemampuan-kemampuan kognitif mereka sesuai dengan potensi yang maksimum. Kecerdasan emosi menuntut potensi kita untuk mempelajari ketrampilan-ketrampilan praktis yang didasarkan pada lima unsurnya:
Kesadaran diri (mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya, dan intuisi)
Motivasi (mengelola kondisi, impuls, dan sumber daya diri sendiri)
Pengaturan diri (kecenderungan emosi yang memudahkan peraihan sasaran)
Empati (kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain)
Keterampilan sosial (keterampilan dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki orang lain)”

Perbedaan antara teori Salovey dan Mayer dengan teori Goleman terletak pada kalimat “keterampilan sosial”. Untuk implementasinya, saya ambil dari kisah Ary Ginanjar Agustian yang dituangkan dalam buku larisnya, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan (dengan beberapa pemotongan dari saya pada beberapa kalimat yang menurut saya tidak behubungan dengan tujuan saya menjelaskan teori di atas).

Dia ingin menawarkan proposal pelatihan EQ kepada seorang pengusaha di Bali dengan menemuinya langsung dirumahnya. “Saat saya masuk menuju ruangannya” kisah Ary “Mata saya berkeliling untuk mendapatkan segala informasi yang saya peroleh tentang dirinya. Mercedes mewah, piagam penghargaan, vandal-vandel penghargaan, foto-foto dirinya di luar negeri, dan sebagainya. Aha…!, saya mulai mengenalnya. Kebetulan pula saya membaca artikel di koran kemarin yang memampangkan dirinya sedang dilantik sebagai ketua sebuah organisasi perdagangan.

Kemudian ia mempersilahkan saya untuk mempresentasikan proposal saya, namun sebbelum masuk ke masalah bisnis, saya meminta waktu sepuluh menit untuk bicara masalah lain, dan ia mempersilahkan sambil mengingatkan saya, ‘jangan lebih dari sepuluh menit!’ Maka sesuai dengan teori EQ yang saya pelajari, saya langsung memberikan selamat karena ia terpilih sebagai ketua dalam sebuah organisasi perdagangan di tingkat provinsi. Dia tampak sangat senang dan bangga atas penghargaan saya.
Untuk lebih memastikan bahwa dia merasa dihargai dan terangkat, saya kemudian mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar kesuksesannya, agar dia bercerita lebih banyak lagi tentang dirinya. Lalu saya bertanya, ‘Bagaimana Bapak yang sudah sukses seperti ini masih mau memimpin organisasi yang jelas tidak menghasilkan uang?’ Dengan antusias ia bercerita tentang semua kisah suksesnya selama hampir dua jam. Setiap kali dia berbicara, saya anggukkan kepala saya dua kali per-lima menit, untuk menimbulkan kesan kagum dan menghargai. Tiba-tiba dia tersadar bahwa dia telah berbicara lebih dari dua jam, lewat dari waktu yang tadi ia tekankan. Dia langsung berkata kepada saya, ‘Mana proposalnya?’ sambil meraih proposal yang ada di hadapannya. Lalu saya menyelanya dengan sebuah pertanyaan. “bisakah saya mendemokan produk saya sekarang?’ Tiba-tiba dia menyergah, ‘Tidak usah, saya sudah cocok dengan produk anda, besok pasang di pabrik, di rumah, dan di hotel saya, ok!’ katanya sambil tersenyum bangga”.

Jadi, ketrampilan sosial adalah keahlian mengelola emosi dalam hubungannya dengan orang lain untuk menyatukan nilai-nilai yang dimiliki dengan nilai-nilai yang dipegang oleh orang lain. Akan tetapi saya lebih cenderung mengartikan ketampilan sosial sebagai keahlian merekayasa emosi sebagai usaha penyesuaian diri terhadap lingkungan yang tujuannya untuk meraih penerimaan lingkungan itu sendiri.
Dalam dunia bisnis dan politik ketrampilan sosial amat dibutuhkan. Partai-partai yang memenangkan pemilu 2009 adalah yang paling banyak mengedepankan ketrampilan sosial. Baik itu melalui iklan-iklan politik, bantuan sosial secara langsung kepada masyarakat, atau pendekatan-pendekatan persuasif-emotif lainnya.

Seusai pencontrengan pada pemilu legislatif tanggal 9 April 2009 yang lalu, saya bertanya kepada beberapa orang ibu-ibu yang saya temui, “siapa calon legislatif yang ibu pilih tadi pagi?” rata-rata memberi jawaban sama, “Bapak A dari partai B”. Saya tanya lagi, “Memang kenapa, Bu pilih bapak A?” Jawaban mereka pun sama, “Soalnya bapak itu menyumbang masjid kampung sini kemarin 50 juta”. Masyarakat Indonesia yang kebanyakan masih buta politik tentu saja lebih melihat kepada figur dan bantuan langsung daripada mengetahui program-progam partai peserta pemilu.

Kisah Ary dan kisah saya sendiri membuktikan kecerdasan emosi memberi sumbangsih besar terhadap kesuksesan manusia dalam karir dan materi. Para psikolog mengungkapkan, sumbangan intelejensi atas kesuksesan manusia cuma 20 %, dan 80 % sisanya adalah kecerdasan emosi. Pada intinya, perpaduan sempurna antara kecerdasan intelejensi dan emosi melahirkan manusia-manusia sukses dan unggul dalam berbagai bidang. Dia tidak hanya cerdas dalam pemikirannya, tapi juga baik dalam perilakunya (bermoral).

Namun seiring pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, terutama memasuki abad 21 ini yang melahirkan segala macam fasilitas canggih hingga manusia semakin mudah lagi menjalankan aktifitas hidupnya, banyak manusia yang terserang penyakit-penyakit kejiwaan seperti stress, depresi, dan gila. Rumah sakit-rumah sakit jiwa dan pusat-pusat bimbingan dan konseling kebanjiran pasien setiap bulannya. Selain itu, kasus-kasus bunuh diri di negara-negara maju tiap tahun meningkat. Sangat mengherankan, para penderita gangguan kejiwaan dan pelaku bunuh diri itu kebanyakan dari kaum berduit dan memiliki jabatan tinggi di lembaga-lembaga pemerintahan dan perusahan-perusahaan ternama.

Fenomena apakah ini? Untuk menjawabnya, saya ingin bercerita.
Rudy adalah seorang professional yang memegang jabatan penting sebuah di perusahaan ternama. Begitu ayam jantan berkokok Rudy sudah harus bangun. Bukan untuk bersujud menghadap Tuhan, tapi membayangkan jarak rumah dan kantornya yang jauh sekaligus wajah bosnya yang bisa berubah warna bila datang terlambat di kantor. Jam 3 sore dia sudah pulang dari kantor, melewati jalanan Jakarta yang macet hingga baru sampai di rumah jam 7 malam. Sesampainya di rumah dia disapa oleh istrinya yang juga baru pulang dari kantornya. Serelah itu dia makan malam bersama keluarga.

Setelah makan, ketika ingin beranjak ke tempat tidur, Rudy teringat berkas-berkas pekerjaannya yang belum selesai tadi siang. Mau tak mau anda harus mengerjakannya saat itu juga karena dua hari lagi bos anda mengatakan harus selesai. Sebab proyek yang sedang anda tangani akan memberikan keuntungan yang sangat besar kepada perusahaan bila berhasil, namun bila gagal nama baik peruhaan anda jadi taruhannya. Aktifitas seperti itu setiap hari di jalani oleh Rudy dan istrinya. Waktu luang baginya mungkin hanya hari libur, itu pun bila tidak diganggu oleh pimpinannya yang menyuruhnya ke kantor karena ada meting mendadak. Tak ada waktu bagi Rudy untuk memikirkan Tuhannya, karena setiap hari yang ada dipikirannya hanyalah pekerjaan, pekerjaan, dan pekerjaan.

Rudy hanyalah contoh yang mewakili sekelompok manusia yang hidup selalu dikejar waktu dan berorientasi pada keuntungan material, dua karakter yang menjadi adalah ciri khas manusia modern. Bagi manusia macam ini, yang mengatur hidupnya bukanlah Tuhan, tetapi waktu dan motif memenuhi keuntungan material. Akibatnya, ketika kegagalan menimpa dan segala cara telah dilakukan untuk bangkit dari kegagalan tidak berhasil, maka mereka mejadi putus asa dan frustasi. Akhirnya, karena tak kuat menahan beban yang menimpa, pikirannya pendek, bunuh diri jadi solusi terakhir.
Hal ini berarti, kecerdasan emosi memerlukan tenaga pendorong agar senanatiasa aktif dalam diri manusia. Kecerdasan emosi adalah dasar yang harus dimiliki manusia guna menghadapi persoalan-persoalan hidup yang kian yang pelik dan kompleks. Namun ia bisa saja terkubur mati dalam jiwa manusia bila persoalan yang dihadapi itu sangat rumit dan buntu. Dia memerlukan energi pendorong agar bisa bangkit. Pembangkit itu bernama kecerdasan spiritual.


C. Kecerdasan Spiritual (SQ)

Pada tahun 1990, neuro psikolog asal Kanada, Dr. Pesinger melakukan penelitian lanjutan terhadap otak. Saat itu ia menghubungkan kepalanya sendiri dengan stimulator magnet transcranial, suatu piranti yang mengeluarkan medan magnetik yang kuat dan berubah-ubah dengan cepat di area kecil jaringan otak. Jika piranti ini digunakan untuk merangsang berbagai area di korteks motorik otak, otot-otot tertentu akan berkedut atau anggota badan akan bergerak sendiri. Jika area korteks visual diransang, orang buta sejak lahir pun dapat melihat. Piranti tersebut digunakan oleh Dr. Pesinger untuk merangsang lobus temporal, bagian otak yang berada tepat di bawah pelipis. Saat itu, Dr. Pesinger mengaku melihat Tuhan.

Penelitian yang sama berikutnya dilakukan oleh Peggy an Wright, mitra kerja Pesinger di Lesley College di Cambridge. Subyek penelitiannya adalah seorang dukun. Penelitian Wright menunjukkan bahwa tabuhan ritmis dalam ritus spiritual dapat mengaktifkan lobus temporal berikut area syitem limbik yang berkaitan dengannya.

Pada tahun 1997 Prof. V.S. Ramachandran, direktur Centre for Brain and Cognition di Universitas California, San Diego, melakukan penelitian terhadap pasien-pasien epilespi di sepanjang karir profesionalnya. Pasien-pasien yang telah pulih menuturkan pengalamannya, “Ada cahaya Ilahiah yang menyinari segala sesuatu”, “Ada kebenaran tertinggi yang berada di luar jangkauan fikiran biasa, yang tersembunyi di tengah riuh rendah kehidupan untuk menangkap keindahan dan keanggunannya”, atau pengakuan “Dokter, tiba-tiba semuanya terang benderang seperti Kristal. Tak ada lagi keraguan”. Setelah menemukan fakta demikian, Ramachandran melalukan penelitian terhadap manusia normal, tidak lagi pada penderita epilepsi. Kesimpulan yang didapat sama, menurut Ramachandran terdapat “titik Tuhan” (God Spot) atau modul Tuhan di bagian lobus temporal otak. Akhirnya dari sini disimpulkan lobus temporal adalah pusat kecerdasan spiritual manusia.

Apakah kecerdasan spiritual itu?

Istilah kecerdasan spiritual pertama kali diperkenalkan oleh Danah Zhohar dan Ian Marshal yang mengartikannya sebagai “kemampuan untuk memaknai hidup”. Lebih khusus kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk mengambil hikmah dari setiap peristiwa hidup dan perbuatan yang kita lakukan. Mencari makna hidup adalah memahami hakikat keberadaan kita di dunia dan –pada akhirnya- kita akan mengetahui ke arah mana setiap perbuatan kita ditujukan. Arah yang kita tuju itu adalah God Spot (titik Tuhan).

Kisah saya ini barangkali bisa membantu untuk menjelaskan kecerdasan spiritual. Pendidikan saya lebih banyak di pesantren, sebelas tahun lamanya saya menuntut ilmu di Pesantren Lirboyo, Kediri Jawa Timur. Di pesantren saya -juga pesantren-pesantren salaf lainnya- kami sering diminta bantuan tenaga sukarela oleh Kyai untuk mengerjakan beberapa aset milik beliau, seperti sawah, bangunan, dan lain-lain. Dalam pekerjaan itu, kami tidak diberi makan, lebih-lebih-lebih upah atas jerih payah kami. Mungkin hanya minum, itu pun juga kadang-kadang.

Ketika baru menjadi santri, saya menggerutu. Saya menganggap perintah kyai itu sebagai bentuk eksploitasi dan pemaksaan terhadap orang lain. Saat itu saya berpikir, santri-santri yang mengikuti roan -begitu kami menyebut kerja sukarela tersebut- juga memiliki anggapan yang sama dengan saya. Ternyata anggapan saya meleset. Saya terhenyak mendengar jawaban rata-rata dari mereka. Mereka mengatakan kepada saya, “Tenaga yang kita berikan untuk kyai, tidak sebanding dengan banyaknya ilmu yang beliau curahkan dan doa yang beliau panjatkan untuk kita”. Mereka juga menambahi khotbahnya, “Kita membantu beliau bukan untuk mendapatkan upah dari beliau, tetapi tabarrukan (mengharapkan menularnya nilai-nilai kebaikan dari orang-orang sholih kepada diri kita) kepada beliau dan sarana mendapatkan keridhoan (kerelaan) dari beliau. Sebab, kemanfaatan ilmu kita tergantung pada ridho atau tidaknya guru kita kepada kita”.

Untuk alasan pertama, oke lah saya terima, meski dengan sedikit keterpaksaan. Tapi untuk alasan kedua, saya sungguh musykil. Saya tidak menegerti apa yang mereka maksudkan dengan tabarruk dan ridho. Karena kebodohan hati saya, akal saya langsung menolak khotbah mereka mengenai dua istilah yang baru saya kenal itu.

Saya baru dapat memahami –tepatnya merasakan- penjelasan kawan-kawan senior saya itu beberapa tahun kemudian, tepatnya 3 tahun menjelang kelulusan saya. Ternyata, tujuan kyai “mengeksploitasi" kami adalah dalam rangka pendidikan kalbu, yakni mendidik kami supaya ikhlas dalam setiap perbuatan kami. Inilah metode pendidikan dahsyat yang hanya ditemukan di pesantren. Pesantren tidak hanya memberikan pendidikan teori dan doktrinasi nilai-nilai, tetapi integrasi nilai-nilai tersebut melalui keteladanan kyai, kebersamaan dalam satu asrama, dan aplikasi lapangan seperti kegiatan yang saya telah saya ceritakan.

Dalam banyak hal, banyak dari kita yang menjalani hidup tanpa makna, tanpa nilai. Kita membantu orang lain agar orang lain membantu kita. Kita mencintai orang lain agar orang lain mencintai kita. Anda mencintai orang lain atau membantu orang lain karena mengharapkan balasan cinta yang serupa dan bantuan yang senilai dengan bantuan anda kepadanya, ini motif emosional-material, bukan motif spiritual. Anda tak mampu memaknai hidup anda sendiri karena hidup bagi anda tak lebih sebuah transaksi, di mana perbuatan-perbuatan yang anda lakukan dasarnya untuk mencari keuntungan material dan penghargaan sosial berupa penghormatan dan pujian dari orang lain. Dalam hubungan ini, anda memberi sesuatu untuk sesuatu.

Efek dari menjalani hidup tanpa nilai, anda akan mengalami goncangan-goncangan kejiwaaan bila harapan dan keinginan anda tidak tercapai. Ketika cinta anda tidak berbalas atau orang yang anda bantu mengecewakan anda, atau ketika harapan anda tidak terkabul sementara dalam diri anda sudah tertanam keyakinan yang mantap akan keberhasilannya, maka anda menjadi kecewa, frustasi, depresi, dan ujungnnya bunuh diri. Ini bukti bahwa kecerdasan intelejensi dan emosional saja belumlah cukup.
Manusia mungkin bisa sukses dengan dua kecerdasan tintelejensi dan emosional, tapi manusia tidak merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Bukankah yang dicari dalam hidup ini kebahagiaan, bukan semata-mata materi dan kehormatan?

Hidup tanpa makna adalah hidup materialistis dan hedonis, yakni pola hidup yang mendasarkan pada tujuan-tujuan material dan kesenangan-kesenangan pribadi yang selama ini menjadi pegangan hidup masyarakat barat. Namun, belakangan ini kecenderungan seperti itu semakin terkikis. Rupanya mereka mulai menyadari bahwa gaya hidup demikian tidak membuat mereka mempelajari bahagia, bahkan semakin menggersangkan jiwa-jiwa mereka. Maka tak heran, beberapa tahun belakangan ini milyuner-milyuner Amerika dan artis-artis Hollywood berbondong-bondong memasuki ajaran-ajaran spiritual timur seperti Budhisme, Taoisme, Konfusianisme, dan spiritualitas Hindu. Kini tokoh-tokoh seperti Sidharta Gautama, Mahatma Ghandi, Lao Tze, Konfusius menjadi idola mereka, menggantikan tokoh-tokoh seperti Montesqiu, John Locke, Descartes, Newton, serta tokoh-tokoh ilmu pengetahuan Barat lainnya.

Rabu, 16 Desember 2009

Khitan

Khitan merupakan sesuatu yang difithrahkan untuk manusia . Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

الْفِطْرَةُ خَمْسٌ أَوْ خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الْإِبْطِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ

Artinya : Fithrah itu ada lima : Khitan , mencukur rambut kemaluan ,mencabut bulu ketiak , memotong kuku , dan memotong kumis . ( HR. Al-Bukhary Muslim )

Oleh karena itu khitan ini merupakan syari'at umat-umat sebelum kita juga . Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang khitannya Nabi Ibrahim :

اخْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام وَهُوَ ابْنُ ثَمَانِينَ سَنَةً بِالْقَدُومِ

Ibrahim 'alaihissalam telah berkhitan dengan qadum(nama sebuah alat pemotong) sedangkan beliau berumur 80 tahun . ( HR. Al-Bukhary Muslim )

Khitannya Nabi Ibrahim juga tercantum di dalam kitabnya orang yahudi ( Perjanjian Lama , Kejadian 17/ 11 ) , dan ini merupakan syari'atnya Nabi Musa . Oleh karena itu Nabi Isapun berkhitan karena beliau mengikuti syari'atnya Nabi Musa . ( Injil Lukas 2/ 21 ) .

Ada perbedaan pendapat tentang hukum khitan . Namun pendapat yang kami anggap lebih kuat adalah yang mengatakan bahwa khitan wajib bagi laki-laki selama tidak ditakutkan meninggal atau sakit , dan sunnah bagi wanita.

Dalil-dalil atas wajibnya khitan bagi laki-laki , diantaranya :
1. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan orang yang masuk islam untuk berkhitan . Dan asal perintah adalah wajib . Beliau bersabda :
أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَاخْتَتِنْ
Artinya : Hilangkan darimu rambut kekafiran ( yang menjadi alamat orang kafir ) dan berkhitanlah . ( HR. Abu Dawud , dan dihasankan oleh Syeikh Al-Albany )

2. Khitan membedakan antara orang islam dengan orang kafir .

3. Khitan adalah memotong sebagian tubuh , sedangkan memotong sebagian tubuh adalah haram , dan sesuatu yang haram tidak diperbolehkan kecuali dengan sesuatu yang wajib .

4. Khitan bagi laki-laki berkaitan dengan syarat diantara syarat-syarat shalat yaitu thaharah ( bersuci )

Dalil-dalil atas sunnahnya khitan bagi wanita , diantaranya :

1. Di dalam sebuah hadist Ummu 'Athiyyah bahwasanya di Madinah ada seorang wanita yang ( pekerjaannya ) mengkhitan wanita , kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

لَا تُنْهِكِي فَإِنَّ ذَلِكَ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَأَحَبُّ إِلَى الْبَعْلِ

Artinya : Jangan berlebihan di dalam memotong , karena yang demikian itu lebih nikmat bagi wanita dan lebih disenangi suaminya . ( HR. Abu Dawud , dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany ) .

2. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ وَتَوَارَتْ الْحَشَفَةُ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ

Artinya : Kalau bertemu dua khitan dan tenggelam khasyafah ( ujung dzakar ) , maka wajib untuk mandi . ( HR . Ibnu Majah , dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany )
Ini menunjukkan bahwa wanitapun berkhitan .

3. Khitan bagi wanita hanya berkaitan dengan sebuah kesempurnaan saja yaitu pengurangan syahwat .

Khitan secara bahasa artinya memotong. Secara terminologis artinya memotong kulit yang menutupi alat kelamin lelaki (penis). Dalam bahasa Arab khitan juga digunakan sebagai nama lain alat kelamin lelaki dan perempuan seperti dalam hadist yang mengatakan "Apabila terjadi pertemuan dua khitan, maka telah wajib mandi" (H.R. Muslim, Tirmidzi dll.).

Dalam agama Islam, khitan merupakan salah satu media pensucian diri dan bukti ketundukan kita kepada ajaran agama. Dalam hadist Rasulullah s.a.w. bersabda:"Kesucian (fitrah) itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memendekkan kumis dan memotong kuku" (H.R. Bukhari Muslim).

Faedah khitan

Seperti yang diungkapkan para ahli kedokteran bahwa khitan mempunyai faedah bagi kesehatan karena membuang anggota tubuh yang yang menjadi tempat persembunyian kotoran, virus, najis dan bau yang tidak sedap. Air kencing mengandung semua unsur tersebut. Ketika keluar melewati kulit yang menutupi alat kelamin, maka endapan kotoran sebagian tertahan oleh kulit tersebut. Semakin lama endapan tersebut semakin banyak. Bisa dibayangkan berapa lama seseorang melakukan kencing dalam sehari dan berapa banyak endapan yang disimpan oleh kulit penutup kelamin dalam setahun. Oleh karenanya beberapa penelitian medis membuktikan bahwa penderita penyakit kelamin lebih banyak dari kelangan yang tidak dikhitan. Begitu juga penderita penyakit berbahaya aids, kanker alat kelamin dan bahkan kanker rahim juga lebih banyak diderita oleh pasangan yang tidak dikhitan. Ini juga yang menjadi salah satu alasan non muslim di Eropa dan AS melakukan khitan.

Jumat, 16 Oktober 2009

Pengertian Bid'ah

Saat ini trend menyesatlan golongan lain atas nama bid’ah demikian marak. Hal ini terjadi terutama setelah pemikiran Muhammad Ibn Abdil Wahab, Abdul Aziz Ibn Baz, Nasiruddin Al-Albani, Muhammad Ibn Sholih Al-Utsaimin, dan tokoh-tokoh Salafiyah modern lainnya masuk dalam wilayah intelektual Indonesia. Kaum muslimin yang selama berabad-abad adem ayem, toleran dan luwes dalam meyikapi perbedaan pendapat dan perubahan zaman harus berhadapan dengan segelintir orang yang mengaku sebagai “pahlawan agama”. Mereka menganggap, apa yang selama ini menjadi pedoman dan amalan mayoritas umat Islam telah menyeleweng dari ajaran Rasulullah saw. Padahal di belakang mayoritas umat Islam berdiri ratusan ribuan ulama yang kapasitas dan kualitasnya telah diakui dunia.

Sebenarnya, bagaimana corak pemikiran yang selama berabad-abad menjadi pedoman mayoritas masayarakat muslim? Bagaimana pandangan mereka terhadap bid’ah? Konsep apa yang mereka tawarkan? Dalam menyikapi budaya dan hal-hal baru? Benarkah mereka telah menyimpang dari kemurnian ajaran Rasulullah saw./ Tulisan akan akan berusaha membedahnya.


BID’AH DALAM TINJAUAN BAHASA.

Secara bahasa, bid’ah berasal dari akar kata bada’a yang memiliki dua arti:
a. Hal baru yang belum pernah ada contohnya. Ibn Manzhur, penulis kamus Lisan al-Arob mengatakan, “ “al-badi’ dan al-bid adalah sesuatu yang pertama kali. Bid’ah dengan makna ini tersebut dalam firman Allah QS. Al-Ahqof: 9: “Katakanlah, ‘Aku bukanlah rasul yang pertama kali (bid’an) di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu...” dan QS, Al-Baqarah: 117, “Allah pencipta langit dan bumi (badii’usamawati wal ardh)…
b. Kesulitan dan beban seperti dalam ungkapan arab, “abda’at al-ibil” yang berarti menderum di jalan karena kurus kering, penyakit, atau musibah. Contoh penggunaan makna ini terdapat dalam hadis: “dari Ibn Mas’ud berkata: ‘seorang laki-laki dating kepada Nabi saw dan berkata: ‘Sesungguhnya aku telah kehilangan jalan (inni ubdi’a bii) karena hewan peliharaanku mati, maka bawalah aku!. Nabi saw. menjawab: ‘Aku tidak bisa. Kemudian seorang laki-laki berkata: “wahai Rasulullah, Aku akan menunjukkannya kepada orang yang bisa membawanya. Rasulullah saw. bersabda: ‘Barangsiapa menunjukkan kepada kebaikan, maka ia mendapat pahala seperti pahala orang yang melakukannya..” (HR. Muslim)

DUA VERSI TENTANG BID’AH

Versi Pertama

Konsep bid’ah versi pertama adalah yang dipakai oleh Syafi’iyah (pengikut mazhab Sayfi’ai) dan hingga kini menjadi pedoman utama dalam kehidupan mayoritas masyarakat muslim di dunia. Secara umum bid’ah menurut golongan ini adalah “setiap perbuatan baru yang tidak dikenal pada masa Rasulullah saw. Dan bid’ah menurut versi pertama ini terbagi menjadi dua, yakni bid’ah mahmudah (terpuji) dan mdzmumah (tercela). Bahkan ada yang membagi menjadi lima seperti hukum taklifi. Berikut di antara definisi bid’ah yang disampaikan oleh beberapa ulama:

a. Definisi Imam As-Syafi’i
Imam Syafi’i, salah satu pendiri mazhab empat dan penyusun pertama kitab ushul fiqh mengatakan:

“Bid’ah itu ada dua: terpuji dan tercela. Bid’ah yang sesuai dengan ajaran sunnah berarti terpuji, sedang bid’ah yang menyalahi sunnah berarti tercela” dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dengan maknanya dari jalur Ibrohim Ibn Junaid dari As-Syafi’I.

“Hal yang baru ada dua macam: hal baru yang menyalahi kitab, sunnah, atsar sahabat, atau ijma’, ini adalah yang terlarang. Sedang hal baru yang termasuk kebaikan dan tidak menyalahi itu adalah hal baru yang tidak tercela” dikeluarkan oleh Al-baihaqi dalam karyanya Manaqib As-Syafi’I. (Ibn Hajar al’Asqolani, Fath al-Bari, juz.20, hal.330)

b. Definisi ‘Izzudin Ibn Abdissalam
‘Izzudin Ibn Abdissalam, seorang ahli fiqh, ushul fiqh, dan ahli hadis yang terkenal dengan julukan sulthon al-‘ulama dalam Qowa’id al-Ahkam mengatakan:

“bid’ah adalah melakukan perbuatan yang tidak dikenal di masa Nabi saw. Bid’ah terbagi menjadi: bid’ah wajibah, bid’ah muharromah, bid’ah mandubah, bid’ah makruhah, dan bid’ah mubahah” (Izzuddin ibn Abdissalam, Qowa’id al-Ahkam fi Masholih al-Anam, juz.2, hal. 172)

c. Definisi Imam An-Nawawi
An-Nawawi, seorang pakar hadis dan ahli fiqh yang menyandang mujtahid fatwa mazhab Syafi’I mengatakan:

“Bid’ah adalah menciptakan sesuatu yang tidak ada pada masa Rasulullah saw. Bid’ah terbagi menjadi hasanah (yang baik) dan qobihah (yang buruk)” (An-Nawawi, Tahdzib al-Asma wa al-Lughoh, juz III, hal.298)

d. Definisi Ibn Hajar Al-‘Asqolani
Ibn Hajar Al-‘Asqolani, seorang pakar hadis kenamaan dan komentator Shohih al-Bukhori mengatakan dalam mukaddimah Fath al-Bari:

“Ucapan Umar, ‘sebaik-baik bid’ah’. Bid’ah adalah melakukan perbuatan yang belum pernah dilakukan. Apabila sesuai dengan sunnah maka termasuk yang baik, apabila menyalahi sunnah maka termasuk yang sesat. Inilah (bid’ah yang sesat) yang dimaksud dengan, ketika terdapat celaan terhadap bid’ah. Sedang apabila tidak menyalahi sunnah maka kembali kepada hokum asalnya, diperbolehkan” (Ibn Hajar Al-‘Asqolani, Fath al-Bari, juz I, hal 84)

Di bagian lain dalam karyanya tersebut, ia juga mengatakan;

“Secara bahasa, bid’ah adalah sesuatu yang dikerjakan tanpa mengikuti contoh sebelumnya. Dalam syara’, bid’ah diucapkan sebagai lawan sunnah sehingga bid’ah itu pasti tercela. Sebenarnya apabila bid’ah itu masuk dalam naungan sesuatu yang dianggap baik menurut syara’ maka disebut bid’ah hasanah. Bila masuk dalam maungan sesuatu yang dianggap buruk maka disebut bid’ah mustaqbahah. Bila tidak masuk dalam naungan keduanya maka masuk dalam bagian mubah” (ibid, juz VI, hal. 292)

e. Definisi Ibnul Qoyyim al-Jauziah
Ibnul Qoyyim, murid utama Ibn Taymiah, juga salah seorang ulama yang menjadi rujukan kaum Salafiyah dalam tabi al-iblis justru berpendapat berseberangan dengan apa yang dipegang oleh golongan salafiyah. Ibnul Qoyyim mengatakan:

“Bid’ah adalah ungkapan untuk menyebut sesuatu yang belum pernah ada kemudian diadakan. Umumnya bid’ah bertentangan dengan syari’at dan menyebabkan penambahan atau pengurangan syari’at. Apabila membuat bid’ah yang tidak menyalahi syari’at dan tidak menyebabkan (penambahan atau pengurangan) terhadap syari’at maka mayoritas ulama salaf memakruhkannya. Mereka senantiasa menghindar dari ahli bid’ah meskipun masih diperbolehkan karena menjaga asal, yakni mengikuti yang ada… Telah terjadi hal-hal baru yang tidak bertentangan dengan syari’at dan tidak menyebabkan (penambahan atau pengurangan) terhadap syari’at dan mereka (ulama salaf) menganggap tidak mengapa melakukannya” (Abdurrouf Muhammad Utsman, Mahabbh ar-Rosul baina al-Ittiba wa al-Ibtida, ha.282)

Definisi bid’ah versi pertama ini berangkat dari tiga dasar:
a. Cakupan pengertian bid’ah berlaku untuk semua hal yang berkaitan dengan hal-hal baru yang tidak dikenal pada masa Rasulullah saw, baik memiliki landasan dari syara’ atau tidak.
b. Semua keterangan syara’ yang berkaitan dengan bid’ah seperti hadis “kullu bid’atin dholalah” adalah kata ‘am (universal) yang telah dipersempit cakupan hukumnya (‘am makhshush)
c. Segala macam tradisi meskipun terlepas dari unsur ibadah dapat dimasukkan ke dalam pembagian bid’ah.

Selasa, 22 September 2009

HANCURNYA INDONESIA, HANCURNYA AHLUSUNNAH WAL JAMA'AH

Corak tasawuf yang mewarnai dakwah Wali Songo memberikan dampak positif terhadap penerimaan penduduk lokal terhadap agama Islam. Ciri tasawuf yang menekankan aspek batiniah memberi warna humanistik dalam penyampaian ajaran Islam kepada masyarakat jawa yang beragama Hindu-Budha, yang kental dengan kebatinan. Mereka mampu menyerap dengan cepat dakwah Wali Songo karena menganggap agama Islam tak jauh berbeda dengan agama Hindu-Budha.

Hindu dan Budha jelas berbeda dengan Islam, akan tetapi Wali Songo dengan kreatif secara perlahan berhasil memasukkan ajaran-ajaran Islam ke dalam tradisi dan ritual masyarakat Jawa, karena itulah mereka menganggap agama Islam tak jauh berbeda dengan agama Hindu-Budha. Barangkali casing tidak begitu penting bagi Wali Songo, yang penting adalah isi dari ajaran Islam itu sendiri. Pada intinya Wali Songo berhasil mewarnai Islam yang datang dari Arab dengan kultur lokal.

Wali Songo dan para penyebar Islam lainnya di nusantara, nenek moyang mereka berasal dari Hadromaut. Dan rata-rata mereka adalah para Sayid. Berkat uletnya dakwah para Sayid dari Hadromaut ini berdirilah kerajaan-kerajaan besar Islam di nusantara. Seperti Demak, Cirebon, dan Banten di Jawa; Samudera Pasai di Aceh; Gowa tallo di Sulawesi; Banjar di Kalimantan; dan Ternate dan Tidore di Kepulauan Maluku. Setelah itu berturut-turut berdiri kerajaan Islam lainnya, meskipun kecil namun memberikan sumbangish yang besar terhadap penyebaran agama Islam di Nusantara.

Seluruh kerajaan Islam di nusantara tersebut beraliran Ahlusunnah wal Jama’ah yang karakter khasnya adalah moderat, ramah dengan dengan tradisi lokal, serta menerima tasawuf dan tarekat. Bahkan berdasarkan beberapa hasil penelitian, tarekat telah lama masuk ke nusantara, yakni pada sekitar abad 15 dan 16. Berdasarkan penelitian inilah disimpulkan masuknya Islam ke Nusantara bercorak tasawuf.

Kita tak dapat membayangkan, seandainya Islam yang masuk ke Indonesia adalah Islam versi Wahabi (Islam jenggot dan celana ngatung), Islam yang anti dengan tradisi local, saya menjamin agama Islam tak akan menjadi agama mayoritas bangsa Indonesia. Bahkan mungkin tak pernah ada agama Islam di Indonesia ini. Dalam sejarah perkembangan Wahabi, mereka tak pernah meng-islamkan orang non-muslim. Faktanya, mereka justru meng-islamkan orang Islam (yang mereka tuduh telah musyrik).

Ahlusunnah wal jama’ah adalah faham yang digenggam oleh umat Islam Indonesia sejak dahulu kala, sejak pertama kali agama ini masuk ke Nusantara. Perayaan maulid, pembacaan barzanji dan sebagainya, tarekat, tahlil, dan lainnya berupa tradisi keagamaan di kalangan Ahlusunnah wal jama’ah menjadi bagian tak terpisahkan dari kebudayaan Indonesia.

Karakter ahlusunnah wal jama’ah yang moderat, lembut, dan toleran membuat pemeluk agama lain dapat hidup dengan harmonis bersama umat Islam. Karena itu, dalam pandangan saya wajib hukumnya mempertahankan NKRI dari upaya-upaya yang ingin memecah belah bangsa ini. Wajib hukumnya mempertahankan Pancasila. Wajib hukumnya mempertahankan merah putih. Mengapa? Karena Indonesia-lah yang menjaga eksistensi Ahlusunnah wal jama’ah. Hancurnya Indonesia berarti hancurnya Ahlusunnah wal jama’ah…

AGENDA YAHUDI DIBALIK KAMPANYE WAHABI

“Tidaklah beriman salah seorang dari kamu

sebelum aku lebih dia cintai melebihi (cintanya) kepada orangtuanya, anaknya, dan manusia keseluruhan” (HR. Bukhori)

Banyak riwayat menceritakan berbagai macam ekspresi cinta para sahabat kepada Rasulullah saw. Ada kisah sahabat yang gelisah bila sehari tidak melihat wajah beliau yang mulia; ada juga kisah beberapa sahabat yang rela tubuhnya menjadi tameng hidup beliau saat perang Uhud; ada kisah para sahabat yang berebut untuk mendapatkan sesuatu yang melekat dan keluar dari tubuh beliau: ludah beliau, rambut beliau yang rontok, bahkan hingga air seni beliau; ada juga kisah sahabat Abu Bakar yang rela menahan sakit berjam-jam akibat digigit ular karena takut membangunkan beliau yang tidur dipankuannya; ada kisah Sayidina Ali yang rela menggantikan Rasulullah saw tidur di pembaringannnya padahal malam itu rumah beliau sedang dikpung oleh pemuda-pemuda Quraisy yang berniat membunuh beliau; serta masih banyak kisah-kisah para sahabat yang mengagumkan lainnya, yang menunjukkan ekspresi cinta mereka kepada kekasih, junjungan, dan penuntun mereka.

Karena itu, faktor utama keberhasilan dakwah umat Islam awal ialah kecintaan mereka kepada Rasulullah saw. Kebalikannya berarti, faktor utama kekalahan umat Islam ialah menipisnya kecintaan mereka kepada Rasulullah saw. Dan faktor ini (menipisnya kecintaan kepada Rasulullah saw) ini betul-betul mejadi perhatian dan kajian serius kaum Yahudi, yang sepanjang sejarah senantiasa membuat konspirasi terhadap umat Islam. Untuk itu, mereka berusaha mengikis kecintaan umat Islam kepada Rasulullah saw, yakni dengan cara menjauhkan umat Islam dari Rasulullah saw. melalui tangan-tangan pemeluknya sendiri dengan menyebarkan paham bahwa:

· Rasulullah saw hanyalah manusia biasa, yang tidak memiliki kelebihan apapun selain diberi wahyu.

· Rasulullah saw tidak mampu memberi syafaat.

· Tidak boleh menyanjung beliau berlebihan, baik dalam bentuk panggilan, puji-pujian, prosa, syair, dan sholawat yang ditambah-tambahi, karena hal ini mengkultuskan Rasul saw yang berarti syirik.

· Syirik hukumnya bertawassul kepada Rasulullah saw dan para pewarisnya (ulama).

· Ahlul bait bukanlah keluarga dan keturunan beliau, tetapi umatnya secara keseluruhan.

· Menghancurkan situs-situs bersejarah peninggalan Rasulullah saw, makam-makam para sahabat, aulia, dan mujahid-mujahid Islam dengan alasan berpotensi dijadikan sarana syirik. Atau dengan bahasa yang halus, demi perluasan masjidil haram dan masjid nabawi.

· Mencemarkan nasab Rasulullah saw dengan menyatakan kedua orangtua Rasulullah saw adalah penghuni neraka.

Fitnah terbesar umat Islam abad ini berasal dari kaum Wahabi. Dibalik kampanye Wahabi terselubung agenda Yahudi yang ingin menghancurkan agama Islam melalui tangan-tangan pemeluknya sendiri. Persis dengan fitnah yang dilancarkan Abdullah bin Saba pada masa Sayidina Usman dan Ali.

Fitnah berikutnya, mengkampanyekan bahwa Islam lahir di tanah Hijaz (Mekkah, Madinah, dan sekitarnya) serta hingga kini dua kota suci itu menjadi pusat agama Islam di dunia, dengan demikian Islam yang murni adalah Islam yang berada di wilayah di mana dua kota suci itu berada atau Arab Saudi.

Proses tersebarnya paham Wahabi dan kesuksesannya menguasai tanah Hijaz pada abad ke-18 tak lepas dari bantuan Inggris. Muhammad bin Abdil Wahhab dan Muhammad bin Saud (pendiri kerajaan Arab Saudi), yang saat itu menjadi penguasa Dar’iyyah, mendapat bantuan dana melimpah dan persenjataan lengkap dari Inggris (saat itu sebagian besar timur tengah, kecuali Hijaz, menjadi jajahan Inggris) guna menghadapi Syarif Husain, gubernur kesultanan Turki Usmani untuk wilayah Hijaz. Tentu, ini ada kaitannya sejarah berdirinya negara Israel di Palestina pada tahun 1948 yang penuh dengan muslihat dan konspirasi antara Inggris (Barat) dan Zionis.

Hijaz merupakan wilayah paling sulit dikuasai oleh Inggris. Beberapa kali pasukan Inggris berhasil dipukul mundur oleh bala tentara Syarif Husain. Akhirnya, Inggris memanfaatkan Ibnu Saud yang disokong penuh oleh Muhammad bin Abdul Wahhab untuk merebut wilayah Hijaz yang kaya dengan minyak. Dengan dalih memurnikan ajaran tauhid duet Ibnu Saud dan Ibnu Abdil Wahhab akhirnya berhasil menguasai Hijaz.

Motif dibalik penyebuan kaum Wahabi ke wilayah Hijaz sebenarnya bukanlah bertujuan memurnikan tauhid, tetapi karena kekayaan alam tanah Hijaz yang penuh dengan minyak bumi. Berbanding terbalik dengan daerah Dar’iyyah yang sama sekali tidak memiliki sumber minyak. Terbukti, sumur-sumur minyak bumi di seluruh Saudi, yang mengandung jutaan barel, sampai saat ini di eksplorasi oleh perusahaan-perusahaan minyak Amerika dan Inggris yang keuntungannya dibagi bersama dengan keluarga kerajaan Arab Saudi. Tentu saja pembagiannya lebih besar untuk perusahaan-perusahaan Amerika dan Inggris. Karena itu, jangan heran bila keluarga kerajaan Arab Saudi hingga kini selalu masuk dalam jajaran orang terkaya di dunia.

Mengapa rakyat Saudi diam saja melihat perselingkuhan pemimpinan mereka dengan Amerika dan Inggris (baca: barat)? Jawabnya, karena mereka telah dimanjakan oleh keluarga kerajaan yang memberi mereka keluasan pekerjaan dan kelapangan dalam bidang ekonomi. Akan tetapi, sebenarnya bukan faktor itu saja yang membuat mereka bungkam, fatwa dari mufti-mufti dan ulama-ulama kerajaan Saudi yang mengharamkan dan menyatakan bughot mengkritik kebijakan kerajaan juga berperan besar. Ulama-ulama Wahhabi senantiasa mendukung kebijakan pemerintah Saudi berdasarkan pemahaman tekstual ayat “athi’ullah wa athi’urrosul, wa ulil amrin minkum”. Tentu kita masih ingat fatwa Syekh Abdul Aziz bin Baz, mufti kerajaan Arab Saudi, pada saat berkecamuk Perang Teluk I tahun 1992, yakni dia mengeluarkan fatwa yang membuat sakit umat Islam seluruh dunia. Apa fatwanya? “Wajib hukumnya mendatangkan pasukan Amerika ke tanah haram, untuk melindunginya dari serbuan aggresor Saddam Husein”.

Herannya, meskipun Wahabi menolak sikap taqlid kepada imam-imam mazhab, akan tetapi pada keanyataannya, para pengikut Wahhabi taqlid total kepada fatwa ulama-ulama mereka. Menurut saya, mereka memang tidak melestarikan taqlid, tetapi membudayakan fanatisme.. ha… ha… ha...

Hati-hati virus Wahabi menggerogoti Indonesia….!!!